Jumat, 07 Desember 2007

Process; Community Design dan Hari Pertama di Padang

Buku ini barangkali salah satu buku yang paling saya ingat sampai sekarang. Judulnya: Process. Kumpulan artwork, puisi visual, atau apapun istilahnya, yang pertama saya baca 4 tahun yang lalu dan sampai sekarang tak pernah betul-betul bisa saya tamatkan. Bisa dibilang buku ini terdiri dari beberapa segmen. Masing-masing segmen seperti dibiarkan mempunyai semacam karakter visual tertentu. Kadang satu atau beberapa halaman penuh hanya dengan gambar atau tekstur. Beberapa halaman yang lain terdapat teks. Nah ini yang cukup membingungkan dan diluar kebiasaan, jarang sekali gambar yang dibiarkan untuk membentuk figur tertentu. Begitu pula bila muncul teks, kombinasi antara gambar dan teks sepertinya tidak diusahakan untuk membentuk satu kesatuan makna yang ajeg. Kadang halaman demi halamannya terasa seperti puisi visual. Kadang seperti katalog imej, seringkali tidak begitu jelas benar perasaan yang saya alami selain rasa takjub terhadap kemungkinan-kemungkinan sensasi visual dan juga pemaknaan baru. Pengalaman yang aneh, absurd dan terus terang, fenomenal.

(gambar buku process Tomato dari internet)

Namun saya tidak akan ngebahas hal-hal teknis lebih jauh mengenai buku ini. Kali ini saya hanya pengen mengingat satu hal yang seringkali saya lupakan, sampai akhirnya pengalaman menikmati buku ini menguak lagi-lagi, seperti kali ini: Proses. Satu hal yang seringkali terasa agak abstrak, namun sangat vital atas hubungannya dengan desain. Seluruh genre, dan varian desain. Apapun, tidak terkecuali desain untuk komunitas seperti yang sedang dilakukan melalui proyek ini.

Hari ini setidaknya pikiran saya klik dua kali dengan istilah 'Proses' ini. Pertama; ketika di salah satu kedai di pelataran bandara Soekarno Hatta, Barry secara sekilas menyinggung kata ini (diantara percakapan tentang CDASC, klub Siaga Bencana, Media Design dan kecenderungan Barry untuk memilih anggota team yang belum terlalu 'kahot' Supaya prosesnya bisa mendatangkan kemungkinan-kemungkinan formula yang tidak baku). Kedua; dalam obrolan dengan Ata dan Jino setiba saya di sekretariat Klub Siaga Bencana Padang.

Ada beberapa hal menarik mengenai proses yang tersirat di benak saya saat itu. Saya pikir desain untuk proyek berbasis komunitas sipil memiliki potensi kualitas kerumitan yang berbeda dengan varian desain di wilayah corporate. Salah satunya muncul atas hubungannya dengan kekentalan partisipatoric activity. Desain dituntut bukan hanya sebagai instrumen untuk memunculkan serangkaian pencapaian kualitas visual tertentu, namun juga sebagai sebuah proses yang bekerja dua arah sekaligus. Yang melibatkan, secara intensif, desainer dan komunitas sipil dalam medan kerjanya. Otoritas keputusan desain bukan hanya dipegang oleh Desainer, bukan hanya oleh klien, tapi juga oleh (calon) audiensnya.

Ini titik yang sangat menggoda, cukup romantik tapi sekaligus sarat masalah. Seringkali imaji mengenai tidak ada lagi objek, dan semua orang bisa jadi subjek seperti dalam participatoric design adalah sebuah fenomena yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Ada banyak hal yang membuatnya menjadi begitu problematik. Masalah perbedaan platform pengetahuan, manajemen, daya apresiasi, kualitas emosional, personality - dan tentu saja - subjektifitas, barangkali hanya sebagian kecil saja yang menambah beban ketegangan atas waktu dan budget. Mendapatkan keseimbangan diantara semua faktor adalah hal yang sangat sulit. Sesulit menginiasi gagasan demi gagasan agar setiap fase proses desain menjadi sesuatu yang sangat melibatkan.

Namun tentu saja, yang menarik dari ketegangan ini bukanlah hanya aktifitas 'menyeimbangkan' eksistensi dari berbagai faktor yang terlibat. Namun juga menikmati, secuil demi secuil aktifitas ini sebagai bagian dari sebuah proses. Sebagai sesuatu yang akan, sedang dan terus dicatat, dipelajari, di review dan didefinisi (ulang) kan. Sebagai sesuatu yang mungkin, karena keterbatasan yang kita punyai saat ini dapat dianggap sebagai sebuah kelahiran sebuah keputusan, karena kehadiran proses dapat dianggap sebagai sebuah kematian keputusan, dan karena passion untuk terus berproses dapat dianggap sebagai kelahiran dan kematian sebuah keputusan. Satu sama lain saling mengutuhkan. Seperti nalar dan perasaan.

Proses adalah segala sesuatu yang telah, sedang dan akan kita lakukan. Tidak ada satupun yang dapat menolak kehadirannya kecuali pada hidup yang stagnasi atau mati yang histerik. Tidak terkecuali dalam desain. Tidak terkecuali dalam aktifitas media design residency ini. Karena, dan hanya karena - seperti yang dikatakan oleh ViPe - Kita tidak punya kemarin karena sudah berlalu, juga tidak punya besok karena tidak tentu akan ada, yang kita punyai hanyalah sekarang, saat ini. Tidak ada kata yang lebih tepat untuk mengakhiri tulisan ini selain berproseslah. Sekarang juga. Karena hanya itu yang sedang kita miliki.

Padang, 8 Desember 2007

Tidak ada komentar: